Menjadi founder yang beruntung memperoleh akses jaringan permodalan, mentor, pelaku pasar, dan industri, merupakan sebuah keistimewaan tersendiri bagi sejumlah pelaku startup di Indonesia. Hal inilah yang telah didapatkan oleh Irzan Raditya (Kata.ai), Gibran Huzaifah (eFishery), dan Fajrin Rasyid (Bukalapak) setelah sekian tahun berjuang membesarkan startup masing-masing.
Bagi ketiganya, keistimewaan semacam ini membuat mereka bisa lebih fokus menghadapi dinamika tantangan yang dihadapi di tahun kesekian perkembangan usaha rintisan masing-masing.
Terkait hal itu, ketiga founder startup ini mengutarakan tantangan dan situasi terkini yang mereka hadapi di sela-sela acara penyampaian laporan tiga tahunan organisasi Endeavor Indonesia. Apa saja penjelasan mereka? Berikut laporannya.
Bukalapak di tengah arus konvergensi lini bisnis
Di tahun ketujuh Bukalapak, perkembangan sektor e-commerce ke depannya diprediksi akan terus berubah secara dinamis oleh Fajrin Rasyid. Co-founder Bukalapak ini mengungkapkan bahwa pihaknya tengah berada dalam level konvergensi bisnis, di mana mereka dituntut untuk memenuhi segala lini dan kategori kebutuhan para konsumen secara digital.
Fajrin mencontohkan lewat tren jual beli produk digital yang terus-menerus berkembang dan beradaptasi, yang awalnya dari penambahan produk pulsa, asuransi BPJS, tiket, dan lain-lain.
“(Dengan makin bertambahnya pelaku e-commerce yang melebur ke berbagai lini bisnis), tantangan kita adalah bagaimana Bukalapak memosisikan perusahaan di tengah kondisi yang serba dinamis seperti sekarang.”
Melihat arah dinamika bisnis yang berkembang, Fajrin mengakui Bukalapak makin mempertimbangkan banyak hal secara matang. Mulai dari kapan pihaknya merasa perlu untuk ekspansi (ke lini bisnis lainnya), atau memperkuat lini bisnis yang sudah ada.
“Kedua hal ini menjadi inti pertanyaan kami untuk bertindak dan fokus going forward dalam situasi seperti sekarang,” imbuh Fajrin.
Atas dasar pertimbangan inilah, Bukalapak di 2018 lalu merambah sektor layanan online-to-offline (O2O) lewat inisiatif Mitra Bukalapak. Dengan menggaet pelaku warung kelontong dan toko rumahan sebagai mitra penjualan O2O, Bukalapak bisa mendekatkan layanan mereka pada jutaan konsumen ritel yang memiliki keterbatasan internet di pelosok Indonesia.
Dalam perkembangannya, Fajrin mengklaim saat ini terdapat lebih dari 500.000 toko kelontong di Indonesia yang telah tergabung sebagai Mitra Bukalapak. Ke depannya, dengan inisiatif Mitra Bukalapak, ia optimis pihaknya bisa memanfaatkan lebih dari 90 persen pasar ritel kecil yang belum dijangkau pemain platform e-commerce Indonesia sebagai touchpoint platformnya agar bisa melayani pasar yang lebih luas lagi.
SaaS di sektor B2B teknologi perlu mengandalkan evangelist
Dalam beberapa tahun terakhir, nama Irzan Raditya bisa dibilang merupakan figur yang aktif menyuarakan produk kecerdasan buatan (AI) dan chatbot ke publik. Peran ini identik dengan sebutan evangelist, sebuah istilah untuk figur “juru bicara” produk yang kerap jadi jargon populer dalam perkembangan dunia startup.
Irzan sendiri menyebut peran orang semacam ini masih sangat diperlukan di sektor B2B, terutama dalam layanan software as service (SaaS) di bidang teknologi machine learning seperti Kata.ai. “Kita kan berjualan software as a service. Nah di Indonesia itu, mau tender proyek besar maupun kecil, peran relasi sendiri masih sangatlah berperan penting.”
Karena faktor relasi inilah menurut Irzan, mau tidak mau, pihaknya tetap membutuhkan kehadiran orang sebagai corong “sales” guna memuluskan keputusan bisnis sekaligus mengedukasi produk Kata.ai kepada klien mereka.
“Terkadang orang ekspektasinya terlalu tinggi terhadap machine learning, dan berharap teknologi ini bisa langsung belajar sendiri seperti di gambaran film The Avengers. Padahal tidak demikian.”
“Mungkin karena ini SAS machine learning tergolong industri baru, jadi upayanya tak jauh dari peran evangelize. Yaitu mengedukasi pasar.”
Perjalanan Kata.ai di tahun ketiganya, bisa dibilang jauh lebih baik dibandingkan layanan asisten pribadi YesBoss yang dimulai Irzan pada 2015 silam. Masih bermodalkan pendanaan Seri A yang mereka terima dari tahun 2017 lalu, saat ini Kata.ai telah menjadi satu di antara sekian penyedia layanan teknologi machine learning teraktif di Indonesia selain BJ Tech dan Botika.
Edukasi teknologi masih diperlukan kalangan bawah
Berbeda dengan Bukalapak dan Kata.ai, startup pengelola teknologi perikanan eFishery belakangan ini terlihat low-profile dari segi sorotan media. Hal ini dikarenakan mereka fokus memperluas layanan ke berbagai daerah di Indonesia, terlebih lagi setelah mengantongi modal Rp59 miliar dari putaran pendanaan Seri A di tahun 2018 silam.
Dalam perkembangannya, startup penyedia layanan fishtech tersebut mengklaim telah berkembang pesat hingga merambah petambak di 67 kota dari 16 provinsi Indonesia.
Meski skala penggunaan eFishery kini terlihat semakin meluas, namun Gibran Huzaifah (CEO sekaligus founder eFishery) mengakui pihaknya masih berkutat dengan tantangan edukasi pasar petambak lokal yang menurutnya masih kurang dari segi pengetahuan teknologi smartphone.
“Kebanyakan kalangan petambak terpapar teknologi smartphone karena pemakaian aplikasi sederhana, seperti sosial media dan chat. Mereka belum pernah memakainya untuk hal yang kompleks (seperti memantau suhu tambak, melihat siklus makan ikan, dan semacamnya),” ujar Gibran.
Hal tersebut membuat proses scaling dan onboarding customer jadi tantangan tersendiri, karena pihak petambak tidak bisa mempelajari segala sesuatunya dalam waktu relatif singkat. Termasuk dalam hal pengamanan akun dan mengingat password. “Lucunya, kita bahkan mempunyai database yang isinya akun dan password dari pihak petambak yang meminta tolong kami untuk dibantu disimpankan.”
Tantangan kita masih kepada bagaimana caranya untuk mengedukasi market supaya optimal memanfaatkan produk eFishery
Gibran Huzaifah, eFishery
Ketekunan eFishery dalam membantu proses pengenalan teknologi perkembangan tambak rupanya membuahkan hasil hingga membuatnya dilirik pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Pada Desember 2018, eFishery dipercaya sebagai mitra pengembangan proyek Kampung Perikanan Digital (KPD) yang telah diresmikan pemerintah Provinsi di wilayah Indramayu, Jawa Barat. Proyek yang rencananya akan diperluas ke sembilan wilayah lain ini, ke depannya diharapkan bisa meningkatkan target produksi penjualan ikan lele di Indramayu dari Rp1 triliun menjadi Rp2 trilun per tahun.