Jika kamu punya sepuluh karyawan, maka perusahaanmu disebut startup. Tapi jika kini karyawannya berjumlah seratus orang, perusahaan kamu sudah masuk tahap berkembang (scale-up).
Istilah “startup” sering digunakan untuk menyebut beragam perusahaan (apa Uber masih bisa disebut startup?). Di lain sisi, istilah scale-up jarang yang tahu. Penting kiranya untuk membedakan kedua jenis perusahaan ini, karena mereka berada pada tahap pertumbuhan yang berbeda.
Sebuah startup mungkin belum mencapai product-market fit (PMF), menemukan jenis klien, dan menentukan harga. Tapi kebanyakan scale-up telah memvalidasi produk mereka. Startup juga biasanya mendapat pendanaan dari angel investor, tahap awal, atau seri A, sementara pendanaan perusahaan scale-up dimulai dari seri B.
Pada akhirnya, suatu startup memiliki nilai valuasi yang lebih rendah dan mungkin saja melakukan pivot jika ada pihak lain muncul dengan ide lebih baik. Hal ini tidak berlaku pada perusahaan scale-up, para investor berharap mereka untuk terus tumbuh dengan melakukan apa yang sudah mereka jalankan.
Bagaimana mengelola perusahaan scale-up vs startup
Kontrol
Pada perusahaan scale-up, kamu tidak perlu menjadi pihak yang memegang kontrol lagi. Yang kamu perlu lakukan adalah menciptakan sistem dan birokrasi.
Saya sudah mengembangkan startup menjadi lebih dari dua ratus orang dalam waktu beberapa bulan dari ruangan hotel. Saya sudah dua kali “memperkecil” tim dari 300 menjadi 200 orang dalam satu minggu. Saya juga pernah membangun startup dengan biaya sendiri dan bekerja keras untuknya.
Jika tujuan kamu adalah untuk melakukan ekspansi, kamu harus bisa melepaskan diri secara emosional dari keinginan untuk terus memegang kontrol.
Fokuslah pada:
Memilih orang yang tepat untuk mengelola perusahaan sesuai dengan tahap perkembangannya (bukan di mana kamu akan berada dalam dua tahun mendatang).
Dorong mereka untuk bekerja dengan cepat dan berikan inspirasi untuk mereka.
Pantau kinerja mereka.
Usulkan berbagai proses perbaikan dan ingat bahwa kamulah yang memegang “gambaran utuh”.
Buat para anggota tim sadar dengan kemampuan mereka, tapi jangan biarkan mereka berada pada zona nyaman.
Gantilah anggota tim jika kamu merasa perlu melakukannya (selalu lakukan rekrutmen sehingga kamu punya kandidat cadangan).
Sebagai startup, kamu merekrut orang, dan mereka mencoba membangun sistem. Ketika hal itu berjalan dan ada pelanggan yang mau membelinya, berarti sistem tersebut bekerja dengan baik.
Ketika perusahaan makin besar, banyak hal berubah menjadi lebih membosankan. Seiring perjalanan waktu, ada aturan tentang branding, ulasan coding, dan sejumlah dokumentasi lainnya.
Para anggota tim tidak lagi seratus persen fokus pada produk atau layanan. Mereka mungkin menghabiskan lima puluh persen waktu untuk menjalankan proses yang sudah ada, dan membiarkan orang lain mengambil alih pekerjaan.
Budaya kerja
Ketika kamu merekrut orang di startup, kamu mewawancarai mereka dan memberikan penawaran saat itu juga. Pada perusahaan scale-up, terdapat surat penawaran kerja, dan kamu punya rekan/mentor yang akan menunjukkan suasana perusahaan pada kandidat.
Namun, penerimaan karyawan baru tidak berlangsung sekali. Kamu harus tetap melakukan ini sampai ada orang lain yang bisa memandu karyawan baru dengan baik.
Untuk para manajer, kamu harus mengingatkan mereka untuk menghabiskan waktu dengan para karyawan baru. Dalam perusahaan scale-up, para staf perlu diingatkan lagi dan lagi tentang apa yang paling penting bagi perusahaan, sehingga mereka bisa meresapi nilai-nilai perusahaan setiap harinya.
Kamu harus bertindak secara sadar karena ini bukan hal yang terjadi secara alami. Perusahaan kamu sudah terlalu besar sekarang.
Hierarki
Pada startup, kamu adalah bos bagi semua orang. Sementara dalam perusahaan scale-up? Tentu tidak. Kamu mungkin mulai merasa seperti berada dalam IBM dan menggunakan seragam biru. Maaf, tapi hal inilah yang dibutuhkan.
Perusahaan scale-up dengan 100 karyawan butuh organisasi dan struktur. Terdapat kepala departemen dan pemimpin tim. Saran saya adalah menyusun struktur yang tepat dari awal dan menyingkirkan orang-orang yang tidak kompatibel.
Lingkungan kerja
Lingkungan kerja bagi perusahaan pemula masih bersifat intim. Ketika perusahaan berkembang, hal ini tidak lagi sama. Kamu perlu menjadi seperti Nabi Isa, menarik sepuluh murid yang akan melanjutkan penyebaran firman baik mewakili kamu.
Meski kamu tidak perlu berinteraksi dengan semua orang, kamu bisa jadi “pihak yang memantau” dan melakukan berbagai hal-hal baik dalam skala besar.
Saya sangat menyarankan untuk menciptakan suasana menyenangkan dan sedikit aneh. Saya sering melakukan hal-hal tak terduga seperti menyelenggarakan kompetisi makan donat dan menyediakan hadiah untuknya.
Hanya karena kamu kini menjalankan perusahaan scale-up, bukan berarti kamu harus membatasi interaksi dengan para staf.
Peraturan
Slide ke-43 dari Netflix Culture Manifesto berisi tantangan nyata yang akan kamu hadapi ketika perusahaan tumbuh. Bunyi dari manifesto tersebut:
“Model yang kami gunakan yaitu meningkatkan kebebasan pada karyawan ketika perusahaan tumbuh, daripada membatasinya, untuk terus menarik dan mempertahankan orang-orang inovatif, sehingga kami punya peluang sukses berkelanjutan yang lebih besar.”
Ketika perusahaan kamu berkembang, secara statistik kemungkinan orang membuat kamu kesal akan makin tinggi. Sebagian besar perusahaan menambah peraturan ketika mereka berkembang. Staf benci itu.
Tentu saja, ada sejumlah peraturan yang harus kamu berlakukan pada masa tertentu. Tapi ketika suatu aturan dilanggar, kamu cenderung akan menambah aturan lagi. Kamu perlu melawan dorongan ini.
Hindari memutuskan hukuman sejauh yang kamu bisa dan biarkan tim kamu belajar dari kesalahan mereka.
Bekerja bersama
Kamu harus ingat bahwa perusahaan merupakan suatu kesatuan, bukan serangkaian departemen.
Pada akhirnya, kamu perlu mulai mencegah kegagalan tiap departemen. Pahami bahwa tiap departemen merupakan unit yang penting untuk mendukung pertumbuhan; jika satu departemen gagal, akan berdampak pada organisasi secara keseluruhan.
Saya mengusulkan untuk menyelenggarakan pertemuan tiap minggu dengan kepala departemen dan dorong mereka untuk bercerita secara terbuka. Kamu akan belajar banyak dari apa yang belum mereka bagian mengenai berbagai hal yang berpotensi menjadi suatu masalah nantinya.
Pergeseran paradigma
Di startup, kamu harus terlibat dengan semua hal, karena karyawan yang kamu miliki sedikit. Dalam perusahaan scale-up, kamu harus sedikit bersifat sosiopat dan menganggap segala sesuatu sebagai benda mati seperti bidak catur.
Ini memang terdengar sedikit keras, tetapi jika kamu harus memecat seratus orang, kamu harus menganggap mereka seperti pion. Tentu ini adalah hal yang menyebalkan, tapi inilah bisnis.
Di perusahaan scale-up, semuanya adalah tentang proses. Kamu tidak mengetahui nama semua orang lagi. Kamu mengenal orang di divisi layanan pelanggan sebagai bagian dari departemen tersebut, dan kamu akan berpikir tentang KPI, serta apakah orang-orang tersebut telah cukup banyak melakukan panggilan. Kamu tidak lagi berpikir tentang kasus individual, melainkan secara holistik.
read also
BACA JUGA
Cara merekrut growth hacker yang tepat untuk startup kamu
Pemasaran
Ketika kamu mencoba untuk scale-up, metode jalan pintas yang kamu lakukan sebelumnya tak lagi efektif, dan pemasaran menjadi kurang efisien. Pemasaran untuk perusahaan scale-up tidaklah mudah, karena ada banyak hal yang harus digerakkan.
Terdapat trade-off antara efisiensi dan volume. Kamu harus menghabiskan banyak waktu untuk meninjau metrik serta memantau saluran pemasaran secara holistik.
Saya sangat merekomendasikan membuat dasbor yang sangat bagus, sehingga kamu dan tim manajemen bisa meninjau tiap minggu. Mulailah dengan sesuatu bersifat instan, tapi lakukan peningkatan secara berkala.
Pekerjakan juga setidaknya satu orang business intelligence yang melakukan semua persiapan untuk kamu. Jika kamu tidak punya data, kamu harusnya bisa mengelolanya.
Begitulah! Bantu saya dengan menceritakan apa pembelajaran terbesar bagi kamu saat melakukan scale-up. Bagikan pendapatmu di kolom komentar dan mari kita bahas bersama.
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Fairuz Rana Ulfah sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Iqbal Kurniawan)