Para pengusaha suka membayangkan hal-hal muluk. Selalu lebih mudah untuk berbicara tentang visi, pencapaian tinggi, serta mantra klise yang diucapkan oleh orang-orang sukses, yang dipercaya akan mengantarkan bisnis pada keberhasilan.
Begitu melangkah ke dunia wirausaha, kamu mulai menyadari bahwa apa yang terdengar mudah secara teori, seperti membangun tim yang hebat, tidaklah semudah membalik telapak tangan.
Sebenarnya ada banyak komponen kecil yang berperan dalam membangun kesuksesan tim dan perusahaan. Sebagai seorang founder, saya menyadari bahwa soft skill yang saya gunakan sehari-hari adalah fondasi yang berpengaruh dalam membangun bisnis.
Siapa pun dapat berkata,”Saya harus menjadi pemimpin hebat.” Yang sebenarnya mesti diperhatikan adalah mengembangkan soft skill yang mengarah pada sifat autentik pemimpin—seperti menjadi sabar dan pendengar yang baik.
Ketika membangun perusahaan Digital Press, saya makin menyadari bahwa hal-hal kecil itu yang paling penting. Saya melihat begitu banyak pengusaha yang gagal bukan karena mereka tidak mempunyai visi besar, tapi sebaliknya, tergelincir dan jatuh karena hal-hal kecil.
Berikut lima soft skill yang cepat atau lambat harus dimiliki tiap pengusaha.
Mengelola stres orang lain
Kamu mestinya tetap bisa menikmati rasa stres karena bekerja dari pukul 9 pagi hingga 5 sore. Kenyataannya, stres bukan selalu berarti hal buruk. Stres hanyalah stres. Berbagai hal bisa jadi berjalan dengan sangat baik, dan stres yang kamu rasakan berakar pada sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan sekaligus.
Di lain waktu, stres bisa sangat mempengaruhi emosi. Orang-orang menjadi frustrasi. Muncul konflik, dan kamu perlu menemukan jalan keluar.
Sebagai seorang pengusaha, tugas kamu adalah menciptakan inti yang solid bagi perusahaan. Kamu tidak menyerap stres orang lain. Ketika kamu melakukannya, kamu bakal terjerat pada lingkaran keputusasaan.
Sebagai gantinya, kamu perlu memisahkan apa yang orang lain rasakan dan apa yang kamu rasakan. Jika kamu sendiri merasa stres, kamu harus menyelesaikannya terlebih dahulu sehingga kamu dapat membantu orang lain mengatasinya.
Kebanyakan pengusaha tidak pernah belajar cara melakukan ini. Sebaliknya, mereka membangun kemarahan yang sangat besar terhadap orang-orang di sekitarnya, dan tidak pernah menyadari bahwa mereka belum menguasai kemampuan mengelola emosi sendiri.
Soft skill yang dimaksud di sini adalah kecerdasan emosi.
Kamu tidak sedang berjualan— kamu memberikan kesempatan kepada orang lain untuk bekerja denganmu
Ini adalah hal yang pelajari dari mentor saya.
Banyak pengusaha membangun produk dan layanan yang mereka asumsikan akan dibeli oleh orang-orang. Sementara itu, mereka tidak pernah menginvestasikan waktu untuk memahami bagaimana mengomunikasikan nilai perusahaan, terutama membagikan visi tentang perusahaan.
Terlepas dari apakah kamu menyebutnya sebagai bentuk komunikasi, berbicara di depan umum, atau penjualan langsung, apa yang saya sadari adalah bahwa founder terbaik tidak menjual apa pun kepada kamu.
Mereka memberi kamu kesempatan untuk menjadi bagian dari sesuatu yang hebat.
Momen ketika kamu mencoba menjual sesuatu kepada orang lain, kamu sebenarnya sedang berada di posisi yang tidak menguntungkan. Tidak seorang pun mau merasa seperti “membeli” produk atau layanan.
Mereka ingin merasa seperti melompat ke dalam tim sukses. Cara kamu melakukannya adalah dengan mengomunikasikan apa yang kamu lakukan dengan cara yang memicu emosi positif.
Soft skill yang saya maksud di sini adalah kemampuan berbicara.
Tidak takut tantangan
Ketika kami pertama kali meluncurkan Digital Press, kami mempunyai beberapa klien yang mengatakan,”Ini terdengar bagus, tapi kami ingin kamu memberikan kami diskon selama tiga bulan pertama.”
Saat ini, terutama ketika kamu pertama kali memulai (kami bahkan belum punya tiga klien), akan sangat mudah untuk merasa takut kemudian berkata, “OK, tentu. Kami akan melakukannya,” hanya karena kamu ingin menjalankan bisnis tersebut.
Saya tidak percaya itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan.
Para founder dengan produk yang baik memahami nilai yang mereka miliki—dan mereka juga tahu berapa nilai bagi produk atau layanan mereka.
Setiap kali seseorang datang dan meminta pengurangan harga, kami tetap pada pendirian dan berkata, “Kami benar-benar menghargai pekerjaan yang kami lakukan, dan ingin memberikan produk terbaik untuk klien kami. Untuk bisa melakukan itu, kami tidak bisa mengubah biaya.”
Tebak apa yang terjadi?
Setiap klien yang mencoba menawar akhirnya kembali dan menyetujui biaya awal. Orang-orang (terutama klien) menantang kamu karena mereka menginginkan jaminan. Kamu perlu belajar bagaimana menemukan kepastian itu dalam dirimu, sehingga kamu bisa menerapkannya untuk meyakinkan orang lain.
Kamu tidak sedang melakukan “networking“— kamu sedang membangun hubungan pertemanan.
Setiap orang yang sedang melakukan networking dan memulainya dengan “Halo: nama saya adalah“, telah melakukannya dengan salah.
Networking bukan mengenai saling berbagi email atau datang ke sebanyak mungkin event.
Networking adalah tentang cara membangun pertemanan dengan orang-orang dari industri yang sedang kamu geluti (atau industri terkait) yang juga sedang mengerjakan hal-hal hebat— dan menemukan cara memberikan mereka sebanyak mungkin nilai.
Soft skill di sini adalah bagaimana kamu menampilkan diri sendiri. Ketika kamu membangun networking untuk keperluan networking semata, kamu hanya akan berakhir dengan tumpukan kartu nama.
Bangun hubungan pertemanan, bukan sekadar mengumpulkan kontak.
read also
BACA JUGA
Mengapa pemilihan waktu sangat penting dalam dunia teknologi
Berdayakan, jangan memberi perintah
Dan akhirnya, soft skill terbesar adalah kemampuan memberdayakan orang-orang di sekitar kamu untuk mengembangkan potensi mereka sendiri.
Saya punya beberapa mentor luar biasa. Masing-masing dari mereka punya bakat dalam menunjukkan kemampuan saya, dan secara bersamaan membuat saya merasa cukup percaya diri untuk bergerak ke arah tersebut.
Kebanyakan “pemimpin” tidak mengembangkan potensi anggota timnya. Mereka hanya memberikan perintah.
Mereka mengatakan kepada orang-orang apa yang harus dilakukan, tanpa benar-benar meluangkan waktu untuk memahami apa yang membuat tiap orang unik.
Tapi ketika kamu meluangkan waktu untuk memahami apa yang membuat seseorang “berdetak”, apa yang membuat mereka terinspirasi dan tergerak, kamu dapat memelihara kualitas tersebut dengan cara mendorong mereka mengeluarkan potensi terbaik. Hal ini akan membuat mereka memiliki tujuan dalam bekerja, meningkatkan kemampuan, dan yang terpenting, membangun loyalitas.
Mengapa? Karena mereka berpikir kamu peduli dengan kepentingan pribadi masing-masing.
Pada akhirnya, itulah yang kita semua inginkan. Kami ingin mentor, bukan guru cerewet. Kami menginginkan orang yang peduli pada harapan, impian, dan aspirasi pribadi kami.
Yang artinya, sebagai pemimpin, semuanya terserah pada kamu untuk memupuk kemampuan itu dalam dirimu dahulu, sehingga kamu dapat memelihara kualitas yang sama di orang lain.
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Fairuz Rana Ulfah sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Iqbal Kurniawan)